Saya kadang
membenci malam.
*”Saya”
terdengar sebagai sesuatu yang resmi dan formal, jadi anggap saja secara resmi
saya memang terkadang membenci malam, entah dimana bagian resminya pernyataan
itu*.
Bisa kau bayangkan, ditengah gelap dan sunyi yang mendalam, ditengah
hembusan dingin yang menusuk tulang, dihamparan cahaya artisial yang
menyilaukan mata, kepalamu selalu melakukan hal-hal yang tak terduga. Isi
kepalamu selalu saja berhamburan dari yang paling dalam, saat yang paling
sunyi, saat itulah isi kepalamu yang kau simpan rapat dan kau ikat erat, keluar
menuju permukaan.
Sebagian dari kita menyebutnya pengalaman.
Sebagian dari kita menyebutnya kenangan.
Aku tak peduli kalian masuk yang mana, semua sama saja. Saat mereka
muncul, kau tak begitu punya pilihan.
Sekedar berdiam diri, atau tersenyum sendiri.
Ah, semua orang punya style
sendiri. Kau bebas berekspresi, begitupun aku.
Layaknya orang yang tenggelam dalam halusinasi, potongan-potongan memori
tadi berhamburan keluar menyeruak meminta giliran tampil menyuguhkan kenangan.
Sialan, semakin aku menahan semakin rapuh pula pertahananku. Saat itu, kepalamu
menyuguhkan film-film kehidupanmu dengan semangat yang menggebu.
Sekilas
Aku melihat diriku berlari mengejar
ayahku.
Sekilas
Aku melihat diriku berjalan bersama
ibuku.
Sekilas
Aku melihat diriku di wisuda
kakakku.
Sekilas
Aku melihat diriku menghabiskan
sphagetti terakhir temanku.
Sekilas
Aku melihat diriku sedang menerjang
hujan demi seorang gadis.
Sekilas
Aku melihat diriku melihatnya
melahap eskrim, lucu sekali.
Ada hal yang begitu jarum jam berputar, langsung menjadi sejarah. Untuk
hal yang satu ini, adalah alasanku untuk membenci malam. Dia dengan semena-mena
membangkitkan kenanganmu dari tidur panjangnya hanya untuk menyapamu dan
membuatmu ingin mengulanginya lagi.
Lagi.
Lagi.
dan Lagi.
Untuk suatu sebab, kenanganmu juga bertindak usil, seperti membuat daftar
hal-hal yang seharusnya kau lakukan pada
saat itu. Saat itu, kau ingin menjewer dan memberinya pelajaran agar
sebaiknya kenanganmu diam saja dan membiarkanmu menikmatinya.
Aku tak suka melihat kenanganku bersenang-senang sendiri.
Karena Aku suka bersenang-senang.
Hmm, lebih tepatnya aku suka melakukan hal yang menyenangkan.
Namun, aku yakin hal yang menyenangkan tidak selalu harus ditangkap dalam
layar digital. Biarkan indera penglihatanmu bekerja dan indera perasamu
menangkap semua momen yang disediakan alam untukmu saat itu. Potret sesekali,
lalu sisanya biarkan kau menikmati sesuatu yang tak bisa kau rasakan tiap hari.
Kesempatan membawaku menginjakan kaki di Pulau Bali. Seharusnya ini
menjadi kegiatan yang ‘resmi’, karena kita berangkat dengan embel-embel ‘KKL-
Kuliah Kerja Lapangan’ , well, sebagai mahasiswa yang baik dan menganut
filosofi Soe Hoek Gie, “Buku, pesta dan Cinta” , KKL kita ubah menjadi :
Kuliah-Kerja-Liburan. Dengan presentase: Kuliah 1 jam, liburannya 3 hari. Sounds
Fair enough.
Perhatikan bagaimana Pencipta dan ciptaannya bernama Waktu dan Kesempatan
memberikanmu hadiah seperti ini :
Selat Bali |
![]() |
Bedugul |
This is “Kuliah” Part, at Sinar Sosro Company Factory, Gianyar. |
Ini juga. |
Classic and Typical, at Pantai kutha. |
Biasanya, penyesalan hadir karena peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Tapi, mungkin yang paling menyakitkan adalah
Penyesalan karena ada hal-hal yang belum
dilakukan saat memiliki kesempatan.
Time, are you with me right now?.
...
And Time replied :
“Just see, and enjoy the beautiful moment.
The memories will always stay in your head.
And
Your heart. “
Regards,
beri aku kesenangan yang lain
ReplyDeleteMaybe next time. :)
ReplyDelete